Peran media massa dalam mengatasi stunting di Indonesia sangat penting. Stunting adalah kondisi yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak akibat malnutrisi kronis, telah menjadi salah satu tantangan terbesar di Indonesia. Saat kita berusaha mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) tentang penghapusan kelaparan pada 2030, pentingnya menangani masalah stunting tidak dapat dipandang sebelah mata. Masalah ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan generasi muda, tetapi juga mempengaruhi proyeksi ekonomi negara. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kinerja akademik yang rendah dan kualitas hidup yang buruk, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan Indonesia di masa depan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting disebabkan oleh kurangnya gizi, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kombinasi ini sangat memengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak, yang bisa merugikan peluang mereka di masa depan. Keparahan masalah ini terlihat jelas dalam statistik mencengangkan yang dilaporkan oleh berbagai lembaga internasional. Misalnya, Asia Selatan, meskipun mengalami penurunan tingkat stunting sejak tahun 2000, masih memiliki jumlah anak penderita stunting terbesar di dunia. Begitu pula di Indonesia, meskipun situasinya telah membaik sepanjang tahun—dari 37,2% pada 2013 menjadi 21,6% pada 2022—stunting tetap mempengaruhi sejumlah besar penduduk. Penurunannya memang lambat, namun jelas bahwa upaya bersama, termasuk kebijakan pemerintah dan keterlibatan masyarakat, memberikan dampak positif.
Namun, mengatasi masalah ini memerlukan lebih dari sekadar intervensi pemerintah. Sangat penting bagi semua sektor masyarakat, termasuk media, untuk turut bertanggung jawab. Media memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi, meningkatkan kesadaran, dan mendorong perubahan perilaku. Sebagai alat komunikasi yang berpengaruh, media memiliki kekuatan untuk mendidik masyarakat tentang bahaya stunting dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegahnya. Melalui program yang kreatif dan inovatif—baik dalam bentuk visual, audio, maupun audio-visual—media dapat membangun pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya gizi, sanitasi, dan perkembangan anak usia dini.
Kemitraan antara pemerintah dan media massa dalam menyebarkan informasi terkait pencegahan stunting belum mencapai potensi maksimal. Meskipun keduanya memegang peranan penting, hubungan yang terjalin saat ini masih cenderung bersifat transaksional, tanpa kolaborasi strategis yang menyeluruh. Pemerintah harus memberikan arahan yang lebih jelas kepada media, mendorong penyebaran konten edukatif yang fokus pada pencegahan dan penanganan stunting di seluruh Indonesia.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara stunting dengan pertumbuhan ekonomi, serta antara stunting dengan kemiskinan di Indonesia. Temuan ini menekankan urgensi untuk menyelesaikan masalah ini, tidak hanya demi kesejahteraan anak-anak, tetapi juga untuk kesehatan ekonomi negara dalam jangka panjang. Keterlibatan media dalam pencegahan stunting dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan ini. Sudah saatnya ada pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif di mana media tidak hanya menjadi pemain pasif, tetapi juga mitra aktif dalam mencapai tujuan SDG.
Sebagai kesimpulan, stunting adalah masalah yang kompleks dan multifaset yang memerlukan upaya bersama dari semua sektor masyarakat. Sementara pemerintah terus memainkan peran vital melalui kebijakan dan program kesehatan, media harus lebih aktif dalam tantangan ini, memastikan bahwa pesan pencegahan stunting sampai ke seluruh pelosok negeri. Pendekatan kolaboratif dan inovatif ini adalah kunci untuk membangun Indonesia yang lebih sehat dan lebih makmur bagi generasi mendatang.
Perang melawan stunting bukan hanya tanggung jawab pemerintah—ini adalah upaya kolektif yang membutuhkan partisipasi aktif semua lapisan masyarakat Indonesia. Dengan memanfaatkan media secara maksimal, kita dapat membantu memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal.
Opini ditulis oleh Dosen Departemen Agribisnis IPB University: Al-May Abyan Izzy Burhani, SE, MSi dan Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MS.