BISNISREAL.COM, Industri pulp dan kertas Indonesia terus menunjukkan kontribusi besar bagi perekonomian, dengan catatan ekspor mencapai USD8,37 miliar pada 2023. Tak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, sektor ini juga berkomitmen untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan. Indonesia kini menempati posisi ke-8 dunia dalam produksi pulp dan peringkat ke-5 dalam produksi kertas, dengan kapasitas produksi nasional mencapai 11,45 juta ton pulp dan 21,19 juta ton kertas per tahun.
Dengan capaian tersebut, Kementerian Perindustrian mendorong industri pulp dan kertas agar semakin serius menjalankan praktik industri hijau. Hal ini juga bertujuan mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2050, sejalan dengan komitmen nasional.
Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, menyampaikan dukungan penuh pemerintah dalam acara CEO Meeting Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia di Surabaya. “Kerja sama antara pemerintah dan pelaku industri pulp serta kertas akan membawa dampak positif bagi lingkungan, kesehatan, dan perekonomian yang berkelanjutan di Indonesia,” ungkapnya.
Fokus di Jawa Timur dan Pemanfaatan Bahan Daur Ulang
Sebagian besar industri pulp dan kertas di Indonesia berpusat di Pulau Jawa, dengan 57 perusahaan aktif, 23 di antaranya di Jawa Timur. Banyak industri di wilayah ini mengandalkan bahan baku kertas daur ulang, dengan kebutuhan nasional mencapai sekitar 7 juta ton per tahun. Namun, untuk memenuhi permintaan, sekitar 3,24 juta ton bahan baku diimpor sebagai limbah non-B3 pada 2023, mengikuti regulasi ketat agar memenuhi standar kelestarian lingkungan.
Namun, tantangan bagi industri ini kian nyata dengan diberlakukannya aturan Uni Eropa terkait pengiriman limbah pada Februari 2025, yang berpotensi memengaruhi pasokan bahan baku impor. Indonesia kini mempersiapkan syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi “eligible country” agar tetap dapat mengakses pasar ini.
Pengelolaan Limbah dan Transformasi Energi Ramah Lingkungan
Sebagai bagian dari upaya menjaga lingkungan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 39 Tahun 2024 terkait pengelolaan limbah non-B3. Langkah ini dirancang untuk mengawasi impor limbah dengan ketat dan memastikan penggunaannya sesuai dengan kaidah ramah lingkungan.
Sejalan dengan langkah ini, industri pulp dan kertas terus berupaya mengurangi emisi melalui berbagai inovasi, termasuk pemanfaatan limbah biomassa seperti kulit kayu dan lindi hitam untuk menghasilkan energi uap dan listrik. Selain itu, penggunaan bahan daur ulang dan teknologi pengolahan anaerobik dioptimalkan untuk mengolah limbah cair.
“Kami juga menyusun Standar Industri Hijau (SIH) dan menyelenggarakan pelatihan untuk mendukung industri dalam menerapkan Life Cycle Assessment dan Product Category Rules (PCR),” tambah Putu.
Menuju Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Dalam komitmennya terhadap lingkungan, Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 31,89% pada 2030, yang dapat meningkat hingga 43,2% dengan bantuan internasional. Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Liana Bratasida, menyebutkan bahwa industri ini akan terus menghadapi tantangan besar dalam mengurangi emisi. Penggunaan energi intensif dan proses produksi menjadi prioritas dalam transisi ke sumber energi bersih.
“Pengurangan emisi dan penerapan pengelolaan limbah yang tepat adalah bagian dari agenda penting industri ini ke depan,” ujar Liana. Dia juga menambahkan bahwa transisi ini bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan yang mendesak demi kelestarian lingkungan dan keberlanjutan industri.
Dengan kolaborasi kuat antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, diharapkan sektor pulp dan kertas Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi hijau yang berkelanjutan.