Keunggulan Ekonomi Negara dalam Kaca Mata Solow

foto abyan IPB University foto abyan IPB University

Menakar keunggulan ekonomi negara berkembang dengan kaca mata solow. Pemikiran dari tulisan ini menarik untuk didiskusikan lebih mendalam. Mengapa pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia, China, dan India justru lebih cepat dibanding negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa? Bukankah negara maju memiliki teknologi tinggi, modal besar, dan sistem pendidikan yang mapan?

Pertanyaan ini menarik, terutama jika kita meninjau dinamika ekonomi global dalam rentang waktu satu dekade terakhir. Untuk menjawabnya, pendekatan klasik dalam teori ekonomi, yaitu Solow Growth Model yang masih relevan digunakan hingga hari ini. Model ini menyoroti tiga faktor kunci penentu pertumbuhan: tenaga kerja, teknologi atau pendidikan, dan investasi atau tabungan. Mari kita bedah satu per satu dalam konteks pertumbuhan Indonesia.

Tenaga Kerja dan Bonus Demografi

Data menunjukkan bahwa pada 2015, Indonesia memiliki populasi lebih dari 259 juta jiwa, dengan hampir separuhnya merupakan angkatan kerja. Ini mencerminkan potensi besar yang disebut sebagai bonus demografi. Dalam kerangka Solow, peningkatan jumlah tenaga kerja yang produktif mendorong pergeseran kurva produksi ke atas sebagai tanda pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, negara maju mulai mengalami kejenuhan demografis. Populasi menua, rasio penduduk produktif menurun, dan dinamika pasar tenaga kerja mereka menjadi lebih statis. Di sinilah Indonesia dan negara berkembang lainnya memiliki ruang tumbuh yang lebih besar.

Teknologi sebagai Peluang, Bukan Ancaman

Salah satu faktor pembeda antara negara maju dan berkembang adalah posisi mereka dalam kurva adopsi teknologi. Negara maju telah berada pada titik jenuh pemanfaatan teknologi. Tambahan inovasi tidak lagi memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi mereka.

Sebaliknya, negara berkembang seperti Indonesia justru berada dalam tahap akselerasi. Setiap inovasi atau transfer teknologi baik dari luar negeri maupun dari hasil riset domestik masih memiliki dampak besar dalam mendorong produktivitas. Apa yang dianggap “ancaman” oleh negara maju, justru dilihat sebagai peluang oleh negara berkembang.

Investasi yang Menjanjikan

Nilai investasi asing langsung (FDI) di Indonesia memang belum setara dengan negara-negara maju. Namun, tren menunjukkan pertumbuhan yang positif. Dalam periode 2005–2015, FDI Indonesia meningkat hampir dua kali lipat, dari US$ 8,3 miliar menjadi US$ 16,6 miliar.

Bandingkan dengan Amerika Serikat yang menerima lebih dari US$ 300 miliar pada 2015, tetapi menunjukkan pola kejenuhan pasar. Di Indonesia, ruang ekspansi masih terbuka luas. Iklim investasi yang kondusif dan pertumbuhan konsumsi domestik yang stabil menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi dengan dibentuknya Danantara oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai BUMN baru yang menjadi super holding dari BUMN lain yang memiliki aset yang fantastis. Sehingga menjadi pendukung yang sangat kuat bagi peningkatan peluang Indonesia menumbuhkan investasi di dalam negeri.

Menatap Masa Depan

Solow mengingatkan kita bahwa pertumbuhan tidak datang begitu saja. Ia harus dibangun melalui penguatan fondasi produktivitas: tenaga kerja yang terampil, pemanfaatan teknologi yang adaptif, dan kebijakan investasi yang berpihak pada pertumbuhan inklusif.

Indonesia, dalam banyak hal, sedang berada dalam momentum yang tepat. Namun, potensi demografi dan teknologi hanya akan menjadi peluang jika diiringi oleh strategi yang matang, tata kelola yang baik, dan keberpihakan pada pembangunan manusia. Dengan arah kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia bersama negara berkembang lainnya akan tampil sebagai pusat gravitasi baru dalam perekonomian global.

* ) Oleh: Al-May Abyan Izzy Burhani dan Wahyu Budi Priatna, Dosen Departemen Agribisnis FEM IPB

Follow Us

@2025 BisnisReal.com All Rights Reserved – Design & Developed by XUANTUM