Sapi Kita Andalan Menuju Indonesia Emas Tanpa Impor Daging

foto abyan IPB University foto abyan IPB University

Sapi kita andalan masa depan menuju Indonesia emas tanpa impor daging. Bayangkan di tahun 2045, saat Indonesia genap berusia 100 tahun, kita tak lagi mengimpor daging dari luar negeri. Pasokan daging sapi melimpah, harga terjangkau, dan peternak lokal hidup sejahtera. Itulah cita-cita besar yang bisa kita wujudkan bersama dalam visi Indonesia Emas yang benar-benar berdiri di atas kaki sendiri.

Namun, mari kita jujur: hari ini, kita masih jauh dari mimpi itu. Setiap tahun, kita harus mendatangkan daging dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Padahal, tanah kita subur, rumput tumbuh di mana-mana, dan masyarakat kita punya semangat kerja keras yang luar biasa. Jadi, di mana letak masalahnya?

Salah satu jawabannya ada pada lemahnya kelembagaan peternak kita. Banyak peternak sapi di Indonesia masih bekerja sendiri-sendiri, tanpa dukungan kelompok, koperasi, atau akses pasar yang jelas. Akibatnya, mereka kesulitan berkembang, bahkan sering kalah saing dengan daging impor yang masuk dengan harga murah.

Di sisi lain, daerah-daerah seperti Blora, Grobogan, dan Wonogiri sudah menunjukkan bahwa peternakan sapi bisa jadi ladang emas bagi rakyat. Jumlah rumah potong hewan meningkat, produksi lokal tumbuh, dan semangat beternak terus hidup. Ini bukti bahwa jika peternak diberi dukungan seperti pelatihan, akses ke modal, dan pendampingan usaha yang memadai serta berkelanjutan para peternak ini bisa menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.

Lebih dari itu, membangun peternakan sapi potong yang kuat juga berarti membangun ekonomi berbasis pedesaan. Satu ekor sapi bisa menciptakan mata rantai pekerjaan yang memberi manfaat besar. Mulai dari petani rumput, pengepul pakan, pedagang, hingga jasa pengolahan hasil ternak. Jika kelembagaan peternak diperkuat, maka ekonomi lokal pun ikut hidup dan mengurangi ketimpangan antara desa dan kota.

Tak hanya itu, generasi muda juga perlu dilibatkan. Peternakan tidak lagi harus identik dengan pekerjaan berat yang kotor dan ketinggalan zaman. Dengan teknologi, digitalisasi, dan inovasi agribisnis, anak muda bisa menjadikan peternakan sebagai usaha yang menjanjikan dan modern. Sudah waktunya profesi peternak mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang layak di tengah masyarakat.

Pemerintah pun harus lebih aktif memfasilitasi. Jangan biarkan peternak kecil berjuang sendirian menghadapi fluktuasi harga jual, mahalnya harga pakan, dan tekanan pasar global. Hadirkan regulasi yang adil, perkuat peran koperasi, dan berikan insentif untuk produksi dalam negeri. Jika ada kemauan politik yang kuat, swasembada daging bukan hal yang mustahil.

Karena kedaulatan pangan bukan hanya soal makanan. Ia adalah soal harga diri bangsa. Kemandirian daging sapi bisa menjadi simbol bahwa Indonesia tak lagi bergantung pada negara lain untuk memberi makan rakyatnya sendiri.

Indonesia tidak kekurangan potensi. Yang kita butuhkan adalah keberpihakan nyata: dari pemerintah, dari swasta, dan dari masyarakat. Mari ubah cara pandang kita. Menjadi negara maju bukan hanya soal gedung pencakar langit atau teknologi canggih. Melainkan melalui terciptanya kemandirian pangan (termasuk daging sapi) sebagai simbol kekuatan bangsa.

Jika kita serius membangun peternakan rakyat, memperkuat kelembagaan, dan percaya pada produk lokal, kita tidak hanya membantu peternak kecil. Kita sedang membangun masa depan bangsa. Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan. Kini akan jadi kenyataan selama kita mau mulai dari kandang sapi di desa-desa kita sendiri. Karena masa depan bangsa, bisa dimulai dari kandang sapi.

Penulis : Al-May Abyan Izzy Burhani, Dosen Departemen Agribisnis FEM IPB

Follow Us

@2025 BisnisReal.com All Rights Reserved – Design & Developed by XUANTUM